SUARAKALBAR.CO.ID
Beranda News Perbedaan Proses Metabolisme Lemak saat Berpuasa dan Tidak Berpuasa

Perbedaan Proses Metabolisme Lemak saat Berpuasa dan Tidak Berpuasa

Oleh: Supiana*

PROSES alami tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi dimana reaksi di dalam sel dikatalis oleh enzim-enzim disebut dengan metabolisme. Metabolisme sendiri bukanlah suatu proses acak melainkan sangat terintegrasi dan terkoordinasi  dengan  berbagai tujuan dan mencakup berbagai kerjasama banyak sistem multi enzim.

Metabolisme ini dibedakan menjadi metabolisme karbohidrat dengan hasil akhirnya berupa monosakarida terutama glukosa, metabolisme lemak atau lipid dengan hasil akhirnya berupa asam lemak, gliserol, dan gliserida, serta protein berupa asam amino. Kemudian adakah perbedaan berpuasa dengan tidak berpuasa terhadap proses metabolisme, terutama pada proses metabolisme lemak? Apa saja yang mengkoordinasi dan mengintegrasi proses tersebut?

Menurut Lehninger (2000) faktor tersebut dapat dilihat dari visi makro dan mikroekoologi dimana reaksi tersebut berlangsung yaitu pertama, kebutuhan energi makhluk hidup yang memberikan respon terhadap intenal tubuh seperti kebutuhan glukosa darah untuk siap dipecah menjadi energi.

Kedua, rasa lapar yang umumnya muncul pada makhluk hidup ini berkaitan dengan rangsangan sekresi HCL dan enzimpencernaan di lambung untuk segera diisi kembali oleh makanan.

Salah satu ibadah yang sangat penting dilaksanakan oleh sebagian umat manusia terutanma yang  beragama islam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puasa adalah menghindari makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama yang berkaitan dengan keagamaan). Ibadah puasa secara teknis berlangsung selama 12 jam.

Secara kimia, puasa tidak diakhiri ketika mulai digunakannya simpanan karbohidrat di dalam tubuh sebagai sumber energi.hal ini akan terus berlanjut selama simpanan karbohidrat dan lemak digunakan untuk energi.

Energi cadangan ini di simpan di dalam otot berupa glikogen otot, di dalam hati berupa glikogen hati dan sebagian lagi sebagai lemak. Adapun energi yang digunakan pertama kali saat sedang berpuasa adalah cadangan yang berasal dari glikogen otot. Cadangan energi tersebut dapat bertahan 24-28 jam di dalam tubuh (Ethical Digest, 2004).

Tubuh manusia mempunyai mekanisme alamiah yang digunakan untuk mengatasi kondisi-kondisi yang tidak diinginkan agar tetap dalam kondisi normal. Adapun mekanisme alamiah ini disebut homoestatis.

Sehingga tubuh orang yang berpuasa tidak disuplai oleh makanan kurang lebih 14 jam, akan tetapi tubuh tetap bertahan. Hal ini disebabkan karena tubuh masih memiliki cadangan energi dalam bentuk lemak yang berasal dari karbohidrat yang disimpan dalam bentuk glikogen (Ganong,2003). Cadangan energi ini mampu bertahan hingga 24-28 jam.

Ketika puasa kadar glukosa darah akan menurun menjadi sekitar 3,3-3,9 mmol/L. Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan menimbulkan serangan konveksi, seperti terlihat pada keadaan overdosis insulin, karena ketergantungan otak secara langsung pada langsung pada pasokan glukosa. Namun, kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi asalkan terdapat terdapat adaptasi yang progresif (Mayes,2004).

Meski demikian, kadar glukosa darah relatif tetap. Kecepatan penggunaan triasil dari lemakdi daerah abdominal dan subkutan meningkat setelah glikogen habis digunakan sebagai sumber energi (Siburian,1999).

Setelah puasa, proses degradasi lemak secara umum akan menurun jika dibandingkan dengan kondisi ketika berpuasa.

Hal tersebut dikarenakan setelah berbuka puasa, jalus metabolisme dalam tubuh manusia secara umum akan kembali ke arah degradasi karbohidrat dengan menkatabolisme glukosa melalui proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus kreb, dan rantai transport elektron untuk mensintesis energidalam bentuk ATP.

Kemudian proses metabolisme selanjutnya adalah mengubah triglisirida di jarinagan adiposa menjadi asam lemak dan gliserol setelah seluruh glukosa darah dan cadangan glikogen di jaringan otot dan hati habis dikatabolisme untuk mensintesis energi dalam bentuk ATP. Kemudian, pembentukan senyawa asetil Ko-A yang akan masuk ke siklus krebs untuk proses sintesis energi ATP terjadi ketika asam lemak telah mengalami reaksi β-oksidasi.

Degradasi lemak setelah puasa terjadi di dalam usus halus dengan bantuan enzim lipase yang mencerna triasilgliserol dan fosfolipase yang mencerna fosfolipid. Triasilgliserol dan fosfolipid ini diperoleh dari makanan yang dikonsumsi ketika berbuka puasa.

Kemudian ikatan ester antara asam lemak dan gliserol dihidrolisis oleh lipase. Adapun kerja enzimlipase ini dihasilkan pankreas pada triasilgliserol yang terdapat dalam makanan pada akhirnya akan menghasilkan2-monoasilgliserol dan dua macam asam lemak. Fosfoliperase A1 menghidrolisis ikatan ester antara asam lemak dan gliserol pada posisi 1 rantai karbon fosfogliserida.

Adapun fosfigliserida A2 menghidrolisis satu ikatan ester antara asam lemak dan gliserol , khususnya pada posisi 2 rantai karbon gliserol. Sehingga enzim-enzim ini harus bekerja pada daerah batas antara air dan lemak.

Secara umum,  triasil-gliserol pada lemak makanan utama dalam makanan, terutama dicerna di dalam lumen usus.

Adapun produk-produk pencernaan tersebut diubah kembali menjadi triasilgliserol di dalam epitel usus, yang kemudian dikemas dala lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron dan disekresikan ke dalam limfe.

Sehingga kilomikron akhirnya masuk ke dalam darah dan berfungsi sebagai salah satu lipoprotein utama dalam darah. Triasil-gliserol dalam kilimikron dan VLDL dicerna oleh lipoprotein lipase (LPL),yang merupakan suatu enzim yang melekat pada sel endotel kapiler. Asam-asam lemak yang dilepaskan kemudian diserap oleh otot dan jaringan lain untuk dioksidasi menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi. Asam-asam lemak ini diserap oleh jaringan adiposa dan disimpan sebagai triasil-gliserol setelah makan (Marks,2000).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proses metabolisme yang terjadi pada orang yang berpuasa dan tidak berpuasa khususnya pada metabolisme lemak terdapat sedikit perbedaan.

Hal tersebut dikarenakan kondisi setelah berpuasa,proses degradasi lemak umumnya akan menurun apabila dibandingkan dengan kondisi ketika berpuasa. Kemudian saat berpuasa, didalam tubuh mempunyai mekanisme alamiah yang digunakan untuk mengatasi kondisi-kondisi yang tidak diinginkan agar tetap dalam kondisi normal.

*Penulis adalah Mahasiswa Kimia MIPA Untan Pontianak

Komentar
Bagikan:

Iklan